Minggu, 29 Desember 2013

Satu Harapan Bersama Sejuta Kekecewaan

Ada hari dimana kamu berkhayal semuanya berjalan lancar. Ada hari dimana kamu berharap sesuatu yang indah akan terjadi. Ada hari dimana kamu menginginkan suprice kecil tapi kamu pura-pura tidak menginginkannya. Kamu menolak untuk berharap. Kamu mengabaikan hasrat yang terus merasuk. Hanya karena, kamu tidak ingin kecewa. Kamu takut untuk terjatuh. Kamu menjauh dari rasa takutmu yang harusnya kamu tantang. Karena, kamu tidak akan pernah tumbuh dari rasa super hebatmu. Semuanya dimulai dari sebuah rasa dimana kamu menjadi pecundang yang takut kecewa.

Memang, terkadang kamu lebih baik merasa terkejut daripada berharap untuk diberikan kejutan.

Aku yakin jauh didalam benakmu, kamu pernah mengubur sebuah kekecewaan besar akibat egomu yang terlalu agresif berharap.
Aku yakin butiran air mata yang selalu mewakili kekecewaan dan amarahmu, kini telah mengering karena kamu terlalu pintar memasang topeng bahwa semuanya baik-baik saja. Cukup dengan satu senyuman. Cukup dengan sejuta luka yang terpendam.


Jauh didalam lubuk hatimu, sesuatu telah membusuk. Ya.. Kekecewaan dan luka itu telah membusuk sekian lama.

Kamu Bagaikan Fatamorgana yang Tak Pernah Nyata Untukku Sentuh

Kamu. Semua kisahku bercerita tentang kamu. Sosokmu yang hadir ditengah-tengah kelamnya hidupku, membuatku seperti lilin bersinar dalam gelapnya ruangan.
Kamu tahu aku pernah terluka. Kamu tahu jiwaku hampir tak berbentuk lagi. Kamu sendiri tahu di dalam sini aku lebur dan hancur berkeping-keping.
Kamu. Entah bagaimana caramu meracik obat untuk setiap luka dihatiku. Kamu menyelimutiku dengan aura jatuh cinta, membuatku merasa utuh kembali.
Kamu. Menghadirkan naungan suara berat yang bergetar dalam dinding otakku. Jantungku tak berdetak normal, kali ini lebih cepat dari biasanya. Kurasa ini yang dinamakan cinta.
Kamu. Membuatku kembali merasa indahnya terbang diangkasa tiap kali ucapan selamat pagi darimu datang lebih awal. Membaca lelucon sederhana yang kerap kita ciptakan, membuatku seperti orang tolol karena tersenyum didepan layar ponselku.
Kamu. Ah... Indahnya kurasakan hatiku kembali utuh.
Betapa aku bersyukur pada Tuhan, telah menuliskan namamu dalam lembaran baru dihidupku.
Namun sejenak aku terpana. Kusadari kau berada disana bersama masa lalumu, dan aku berada jauh disini bersama masa depan yang akan kusulam.
Namun sejenak aku runtuh. Kusadari bahwa kamu hanya bayangan ilusi dalam khayalanku.
Karena tak perduli seberapa jauh aku melangkah untuk menyentuhmu, kamu selalu hilang meninggalkanku menangis.
Tak perduli seberapa keras aku mencoba, sosokmu selalu pergi bagaikan fatamorgana.

Mereka benar, Kamu bagaikan fatamorgana, yang tak pernah bisa untukku sentuh.

Bolehkah Aku Menangis Sejenak Dibahumu? Aku Tak Tahan Lagi

Apa yang kurasakan semakin membesar seperti gulungan ombak yang tak pernah berhenti datang.
Apa yang kurasakan semakin mengalir seperti air terjun yang tak pernah singgah beristirahat.
Tapi kau tak pernah mengerti. Perasaanku semakin menjadi. Kesetiaanku sudah membulat. Dan harapanku telah sempurna.
Tapi kau tak ingin mengerti. Perasaanku mulai terluka. Kesetiaanku sudah rapuh dimakan waktu. Dan harapanku telah gugur.
Aku memang naif. Bermimpi besar untuk bisa bersamamu. Aku memang tak tahu diri. Berharap hari dimana aku dan kamu akan menjadi kita. Aku memang egois. Membiarkan rasa ini semakin membukit tanpa kupikirkan luka yang justru menganga.
Hai, Tuan. Aku letih. Aku lelah. Bisakah aku singgah sejenak dihatimu untuk menyandarkan lukaku?
Hai, Tuan. Aku sakit. Aku terluka. Bisakah aku menangis dibahumu untuk membekukan sakitku?
Kau melihatku terjatuh. Kau menatap lukaku. Kau menyadari aku tertatih untuk bangkit. Tapi kau diam disana. Kamu belajar untuk tidak perduli padaku. Kamu belajar untuk tidak membalas perasaanku. Kamu belajar untuk menjauhiku.
Harapanku pupus sudah. Pupus bersama derap langkahmu yang kian menjauh. Runtuh bersama hembusan nafasmu yang menghilang. Gugur bersama semua harapanku.
Harapanku telah mati. Mati bersama sisa-sisa perasaan yang kau kecewakan. Hilang bersama bekas air mata yang mengering di pipi.


Untukmu, 17. Terimakasih telah menciptakan badai dan pelangi dalam hidupku.

Minggu, 15 Desember 2013

Berani Jatuh Cinta? Maka Beranilah untuk Patah Hati

Berbicara tentang cinta, tak pernah terlepas dari rasa bahagia seperti kamu memenangkan lotre bernilai miliaran dolar. Ataupun rasa pahit seperti kamu menegak segelas kopi hitam tanpa gula.
Well, cinta memang abstrak. Tidak bisa ditebak. Tidak bisa diraba. Hanya dirasa. Dan cinta adalah hal nyata.

Ada juga yang rela berjuang tanpa diperjuangkan. Ada banyak. Rela disakiti dengan kedok 'rasa sayang lebih besar dari rasa kecewa'. Wanita. Memang pandai menyembunyikan kekecewaan.

Jatuh cinta memang berjuta rasanya. Lagu itu tepat banget menggambarkan sedikit tentang kisah cinta. Bahkan, tahi kucing rasa coklat. Well, memang mengerikan membayangkan kamu menelan tahi kucing ketika jatuh cinta. Kemudian, dengan cengiran kuda kamu mengangkat jempol sambil mengatakan "Enak banget." Aku tidak habis pikir bagaimana jatuh cinta juga bisa membuat kamu melakukan hal-hal konyol. Seperti, kamu rela membanting celengan ayammu hanya untuk membeli mascara agar matamu terlihat lebih seksi. Kamu yang biasanya memanjat pohon mangga tetangga, tiba-tiba saja menggunakan rok minim dan tank top agar menarik perhatiannya. Ada.

Sisi lain dari pecinta yaitu pejuang cinta. Kamu rela menunggu si cantik yang masih duduk di bangku SD agar segera melamarnya. Kamu rela jauh-jauh kerumahnya demi membawakan makanan favoritenya. Ditengah malam, hujan mengguyur dan petir menyambar, kamu rela berdiri didepan rumahnya hanya untuk mendapatkan maafnya. Memang alay bagiku, tapi bagi pejuang cinta mereka mendapat tantangan besar.

Lawan kata dari jatuh cinta, ada sakit hati. Ketika kamu mulai berfikir jatuh cinta. Maka, berfikir juga bahwa siapkah kamu untuk sakit hati? Bohong jika cinta tidak akan pernah saling menyakiti. Aku punya beberapa lembaran hidup. Coretan itu juga yang mengajariku bahwa cinta akan menimbulkan efek sakit hati karena tidak ingin ada orang ketiga yang memisahkan. Bahkan, jika jarak adalah pemisahnya. Tentu, kamu yang disini dan dia yang disana harus menjaga komunikasi agar tidak ada salah paham yang timbul seketika.


Mengenal cinta sama saja seperti hidup di dunia penuh zombie. Kamu harus waspada. Kamu harus berjuang untuk hidup. Hidupmu penuh dengan tantangan. Dan yang terakhir, kamu harus siap untuk mati. Karena, zombie tidak mengenal seberapa sayangnya padamu untuk dimakan hidup-hidup.

Mantan itu Ibaratnya Barang Bekas, Udah Gak Guna

Selamat malam, kamu yang sedang menatap tulisanku. Mataram lagi diselimutin awan gelap yang pastinya menimbulkan aura dingin dan yang lagi pacaran bisa lempar kode-kode buat ya... Ngerti dah...

Kali ini, aku share sedikit nasihat untuk para jomblo yang gagal move on atau masih sayang mantan. Well, aku akan mengantar kalian menuju sisi jendela lainnya untuk memandang hati lebih luas.

Mantan. Hari gini siapa sih yang gak punya mantan? Coba tanya anak SD jaman sekarang, wih mereka bocah-bocah udah kenal cinta-cintaan. Parah.
Jadi, mantan adalah seseorang yang dulunya menjadi kekasih kamu, jadi orang nomer satu dihati kamu (kadang kamu terlalu munafik untuk menyebut mereka orang kesayangan kedua setelah mama-papa). Bahasa kasarnya, mantan adalah seseorang yang menjadi bekas dalam hidup kamu. Bayangkan, kata bekas itu seberapa menjijikkannya. Oh tidak. Aku tidak mengatakan bahwa mantan kamu menjijikan. Hanya saja.. Well, coba ingat-ingat kembali apa yang membuatmu putus dengannya? Perselingkuhan? Ah aku benci tikung-menikung. Jadi, apa kamu masih berfikir bahwa mantan kamu berstatus bersih setelah kamu diselingkuhi ketika kamu sedang sayang-sayangnya? Jangan munafik. Coba ingat bagaimana hatimu yang utuh menjadi barang pecah belah dibuatnya. Aku menyebutnya seperti itu.

Ketika kamu disakiti. Kamu memilih diam dan bersabar. Hey, jangan jadi wanita bodoh untuk diam dan memendam rasa sakitmu. Kamu terlalu pintar untuk laki-laki bodoh macam dia. Mengerti?

Beberapa bulan kemudian setelah tragedi putusmu dengannya, dia hadir dalam hidupmu ketika kamu telah menemukan penggantinya. Lalu, kamu kembali berfikir dua kali untuk menerima kehadirannya karena tiba-tiba saja rasa sayangmu kembali hadir. Jangan munafik, bukankah kamu sama jahatnya karena meninggalkan seseorang yang mencintaimu, demi mantanmu yang telah menduakan hati?

Coba ingat kembali setiap detail sakit hati yang kamu pendam, ingat kembali luka yang melebar didalam hatimu karenanya. Jika kamu menerima kehadirannya, sanggupkah kamu melaluinya lagi. Sanggupkah kamu merasakan semua luka itu lagi?
Berfikirlah dua kali. Mungkin, ribuan kali jika kamu kembali bermain dengan sang mantan.

Jangan sakiti dirimu sendiri dengan meredam kecewamu hanya karena rasa sayangmu lebih besar dari rasa cintamu. Sadarkah kamu bahwa kebodohanmu lebih besar dari logikamu.
Mantan itu ibaratnya barang bekas, udah gak guna lagi. Buang aja kelaut. Atau buang ke tempat sampah dimana orang lain bisa mendaur ulangnya kembali. Dan orang lain itu, bukanlah kamu.

Rabu, 11 Desember 2013

Aku Merasa Cukup Kuat dengan Kesetiaan

Banyak orang yang mengatakan bahwa kita jodoh. Mereka melihat kesempurnaan kita dari luar. Mereka cemburu pada tiap moment romantis yang kerap kita ciptakan. Yah, mereka berkata ini dan itu. Aku dan Kamu. Banyak orang yang mengatakan bahwa wajah kita mirip. Tak sedikit juga yang mengatakan bahwa mirip adalah sebagian dari jodoh. Aku tak mengelak, hanya mengamini dalam hati.

Kita dibangun dengan sebuah komitmen sederhana. Komitmen dimana aku dan kamu saling menjaga kepercayaan. Kita didewasakan dengan sebuah rintangan. Rintangan dimana aku hampir melangkah mundur namun, kamu menahanku agar aku tetap berjuang bersamamu. Kita berjuang cukup lama. Kita berbaring dengan mimpi-mimpi yang kelak kita wujudkan. Mimpi dimana kita akan hidup bahagia selamanya seperti dalam dongeng. Namun, aku salah. Hidup bukanlah dongeng sederhana yang membutuhkan penulis untuk mengarang.

Kamu adalah orang yang paling setia, bagiku. Begitu juga denganmu, aku adalah orang yang paling setia untukmu. Tidak cukupkah setia itu sebagai tiang untuk mempertahankan semua ini? Entahlah. Aku merasa cukup kuat dengan kesetiaan itu. Namun, mungkin kamu sudah bosan.

Mataku mulai cukup jelas melihat. Hatiku mulai peka merasakan. Telingaku mulai gencar mendengar. Aku tahu ada orang ketiga yang menyelinap masuk diantara kita. Dan disaat ini, aku mulai ragu dengan kesetiaanmu. Aku tidak menyalahkanmu karena kurasa kamu berhak memilih, aku atau dia. Akupun berhak memilih bertahan atau menyerah. Faktanya, aku bukanlah orang yang mudah menyerah. Aku tahu bahwa perjuanganku mempertahankan semua ini, jelas tidak imbang dengan kepasrahanku melepaskan. Namun, aku bukan wanita bodoh yang bertahan untuk seseorang yang tidak pantas kuperjuangkan lagi. Aku juga bukan wanita yang tidak punya malu untuk menjadi perusak dalam hubungan orang. Mungkin memang wanita seperti itu seleramu. Ah... Aku tidak perduli.

Aku tidak percaya lagi bagaimana kemiripan wajah merupakan bagian dari jodoh. Karena, aku tahu Tuhan sedang menyiapkan tanggal cantik untuk pertemuan dengan jodohku, yang pantas aku perjuangkan kelak. Yang kuyakin, dia adalah imamku dengan kesetiaan yang kutanti. Laki-laki setiaku.

Aku Memperjuangkan Kamu yang Sama Sekali Tidak Memperjuangkanku

Salahkah aku jika aku ingin dinomor satukan?

Siapa aku? Kekasihmu atau hanya teman specialmu. Jangan berfikir untuk menjawabnya. Jika kamu benar-benar tahu, maka hatimu akan berteriak lebih dahulu daripada logikamu.
Lagi-lagi kamu bertanya mengapa aku menjadi seperti ini. Mengapa aku mengacuhkanmu. Sadarkah kamu bahwa tidak pernah sekalipun kamu kuacuhkan. Dikepalaku hanya ada daftar-daftar penting hingga tidak penting, semua tentangmu. Kamu adalah alasanku bangun sepagi buta ini hanya untuk mengecek layar ponselku, adakah pesan singkat darimu? Kamu adalah alasanku masih terjaga hingga selarut ini, hanya untuk memastikan aku disini ketika ponselku berdering dengan namamu tertera dilayar. Kamu adalah alasanku menyimpan setumpuk kekecewaan hanya untuk melihatmu tertawa bahagia. Kamu. Kamu. Dan kamu.
Mengapa aku begitu menjadikanmu yang pertama disaat kamu menjadikanku yang kesekian?
Sibuk. Begitu saja alasanmu. Tidak bisakah kamu pintar memilih dan memilah waktu. Tidak bisakah kamu menyisihkan waktu untukku. Cukup 5 menit untuk memulai percakapan kecil, mulai dari kabar dan kalimat romantis lainnya, seperti dulu. Seperti dahulu ketika pertama kita mengenal cinta.
Jika kamu bersungguh-sungguh, maka kamu juga akan ikut berjuang denganku. Tetapi apa yang kudapat? Aku hanya berjuang sendiri. Seorang diri. Lalu, apa yang kuperjuangkan? Aku memperjuangkan kamu -yang sama sekali tidak memperjuangkanku.
Jika aku bertahan untukmu, maka bertahanlah untukku. Jangan bermanis kata dengan dusta. Karena, kamu akan membunuhku secara perlahan.

Tegaslah padaku.

"Kita" Hanyalah Mimpi Besarku

Ada banyak kebisuan yang mewakili jeritan perasaanku yang semakin agresif menyukaimu. Bukan. Mungkin aku telah jatuh hati. Ya, jatuh hati lagi. Tapi, bukankah aku sendiri tahu bahwa jatuh hati itu sakit? Entahlah. Mungkin aku bodoh, sakit termanis saat ini adalah jatuh hati, bagiku.
Aku ingin tahu semua tentangmu. Bagaimana langkahmu menuntun kita bertemu di hari itu. Bagaimana takdir menyatukan kita. Bagaimana tatapan mata kita memiliki arti lain. Semua berbicara tentang cinta.
Cinta. Lagi-lagi satu kata itu muncul dalam lembaran baru dihidupku. Bagiku, cinta berbentuk abstrak. Karena jika kau memandangnya dari segala sudut, nampaknya akan berbeda. Bagiku, cinta seperti plastisin. Karena cinta mudah terbentuk maupun berubah bentuk, tergantung bagaimana bentuk yang kau inginkan. Bagiku, cinta adalah sesuatu yang invisible tetapi nyata kehadirannya. Kau hanya perlu menutup mata dan mendengarkan detak jantungmu berdegup lebih cepat dari biasanya. Rasakan bagaimana cinta menggelitik tawamu.
Berbicara tentang cinta, tak luput dari kata-kata pahit yang mampu mengiris hati seperti; kecewa, cemburu, hingga kembali lagi pada tahap dimana kau akan patah hati.
Adakah ilmu yang mempelajari tentang cinta?
Bagaimana reaksi cinta berkerja hingga membuatku mengulas senyum atau tawa ketika membaca pesan singkatmu. Bagaimana ucapan 'selamat pagi' darimu seperti energi yang memasok hariku. Bagaimana kata-kata romantis yang sering kau ucapkan membuatku meleleh atau bahkan terbang tinggi.
Jangan salahkan aku jika aku terbang jauh dan sulit untuk kembali. Aku ini wanita. Perasaanku terlalu sering meletup-letup. Aku bahkan tidak bisa membatasi perasaanku yang semakin menjadi padamu.
Naif. Sebut saja aku naif karena menyembunyikan rasa ini darimu. Kebohongan terbesarku adalah tentang perasaanku padamu. Lihai betul lidahku mengelak dengan mengatakan bahwa aku tidak menaruh hati padamu. Aku hanya takut. Takut jika hatiku yang telah kusatukan setelah patah- harus patah lagi. Untuk yang kesekian kalinya.
Kumohon, ketika aku berada sejauh ini, jangan jatuhkan aku dari angkasa. Jangan dorong aku dari tebing. Jangan berikan aku pernyataan yang seperti racun, mampu membunuhku. Aku sudah terlanjur menyimpan sebuah harapan besar padamu. Itu semua ulahmu. Entah bagaimana, semua tentangmu semakin menyerap kedalam hatiku.

Sekali lagi, bungkam menjadi pilihanku untuk menyembunyikan kekecewaanku suatu hari nanti. Karena aku tahu, aku sadar pada akhirnya nanti, aku akan terjatuh dari angkasa. Pupus bersama harapanku untuk bisa bersamamu. Karena, "kita" hanyalah mimpi besarku.

Sabtu, 19 Oktober 2013

Kemana Hanyutnya Cinta yang Kamu-Aku Perjuangkan

Sampai kapan kau bekukan hatimu itu, Tuan? Tak sadarkah kamu bahwa aku disini menunggumu seorang diri. Lihat sekitarmu, Tuan. Coba rasakan sejenak hembusan angin yang menuntunmu kembali. Pejamkan matamu. Bukalah pikiran dan hatimu untuk mendengar nama siapa yang hatimu sebut. Masihkah hatimu mengingat aku?

Hai, Tuan. Aku telah terbiasa dengan rasa sakit itu. Ya, tepatnya rasa sakit itu telah menyerap di hatiku. Aku kembali memungut serpihan kecil hati yang kamu hempaskan. Tetapi, sia-sia. Tuan, kamu membawa serpihan hatiku. Bisakah kamu mengembalikannya agar aku dapat kembali utuh. Utuh untuk mencintaimu. Atau mungkin mencintai orang lain yang benar-benar tulus untukku.

Ah jangan tanyakan aku mengenai tipe priaku. Aku hanya ingin dia tak menyerah padaku. Bagaimanapun sulitnya situasi saat itu.

Aku pernah menemukan tipe priaku pada sosokmu yang jakung itu. Sosokmu yang terlihat 'biasa saja' tetapi hatiku memandangmu bak pangeran sempurna. Lagi-lagi aku keliru, Tuan. Kamu menyerah padaku. Bahkan disaat aku mencoba berlari diatas jembatan yang rapuh, untukmu. Kamu justru semakin menjauh. Meninggalkanku dengan segala kerapuhan.

Disaat aku menggenggam tanganmu, justru kamu hempaskan. Kamu melihatku terluka dan terjatuh, namun bungkam kembali menjadi pilihan terbaikmu. Inikah kamu yang sesungguhnya, Tuan. Laki-laki yang mudah menyerah. Laki-laki yang telihat melindungi wanitanya, namun ternyata kamu mendorongnya ditebing jurang. Setelah,ia terluka, masih bisakah kamu tertawa hingga detik ini?
Jelaskan mengapa hatiku masih memaafkanmu.

Kemana perginya kenangan bertahun-tahun itu, Tuan. Kemana hanyutnya cinta yang kamu-aku perjuangkan. Kemana tenggelamnya kamu.

Sampai disinikah perjuanganmu?

Rabu, 16 Oktober 2013

Hati yang Telah Pergi



Hari semakin larut. Angin diluar sana berhembus kencang. Sesekali angkasa bergemuruh hebat. Nampaknya, hujan kembali merindukan bumi. Merindukan tiap tetes rintik hujan yang mampu mencium permukaan bumi. Ingin menghirup kerinduan dari aroma bumi ketika tiap tetesnya mencium permukaan bumi.
Ah.. berbicara tentang rindu. Lagi-lagi masalah cinta.
Selamat malam, Tuhan. Hari ini waktu menunjukan pukul 23.23, beberapa menit lagi menjelang hari baru yang kuharap lebih indah dari hari ini.
Tuhan, apakah kau masih ingat permohonan kecilku kemarin? Jadikan hari ini sebagai hari yang sempurna, hari yang indah. Bukan bermaksud untuk menghakimiMU. Bukan maksudku untuk mengatur pola takdir yang telah kau tuliskan dalam sebuah buku yang menjadi rahasiamu.
Hariku tidak berjalan sesuai dengan harapanku, Tuhan. Jadi, pantaskah aku mengklaim bahwa engkau tidak mengabulkan pinta kecilku? Maaf, tapi bukankah manusiawi jika tatkala aku berpikir demikian. Dan kurasa, diatas sana engkau tersenyum sempurna menatapi beberapa baris kalimat yang akan menjadi suprise untukku, kelak.
Hari ini aku menjalani hariku sesuai dengan rencana yang ada. Rencana yang telah aku persiapkan matang sebelum hari ini tiba. Beberapa halangan kecil sempat membuat otakku berpikir keras agar rencanaku berjalan dengan lancar.
Awal kupijak hari ini, aku merasa bahagia. Kau tahu, Tuhan? Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan mengetahui seseorang khawatir dan perduli padaku. Namun, menjelang matahari mantap diatas kepala, aku kembali menelan sebuah kekecewaan. Haruskah ada kecewa di hari ini?
Aku kembali merasa sendiri. Hatiku tertusuk-tusuk oleh kalimat yang terus mengiang ditelingaku. Kepalaku pening dan tubuhku lemas. Aku bersyukur engkau memberiku sahabat yang siap menderukan gas kendaraan hanya untuk memastikanku baik-baik saja dengan situasi ini. Terimakasih untuk mereka, Tuhan.
Menjelang jubah hitam sang mentari digelar, aku kembali dihampiri rasa kecewa. Dia. Lagi-lagi hal ini menyangkut dia. Seseorang yang masih belum bisa disingkirkan dari hatiku. Haruskah dia menjawab sebuah pertanyaan dengan intonasi yang tinggi ditengah-tengah rasa khawatirku, Tuhan?
Apakah aku terlalu lemah? Tidak, semua wanita juga akan merasakan sakit yang sama. Aku khawatir karena kulihat dia berada dalam posisi yang kuanggap ‘kurang nyaman’. Aku hanya ingin membuatnya merasa nyaman. Merasa nyaman di dekatku. Merasa nyaman bersamaku.
Aku perduli padanya. Jangan tanya alasan keperdulianku selama ini. Tentu saja karena perasaan yang orang sebut dengan rasa sayang.
Tuhan, aku dihadapkan pada banyak pilihan. Bisakah kau membantuku untuk memperjelasnya? Karena hari ini aku benar-benar hampir tidak mengenalnya lagi. Fisiknya masih sama dan disana. Tapi, hati dan perasaannya telah pergi.
Aku hanya ingin tidur, Tuhan. Aku lelah bejalan mengitari bumi mengenal rasa pahit dan sakit.  Aku letih menjadi wanita bertopeng yang menahan rasa sakitnya dengan berpura-pura tersenyum.  Aku muak mengenal seseorang yang tega meninggalkanku disaat cintaku sedang bersemi. Biarkan hati ini beristirahat sejenak dari semua tentang dia. Dan bangunkan aku setelah hati dan perasaannya telah kembali.

Selasa, 15 Oktober 2013

Tuhan, Bukankah Cemburu Pertanda Sayang?

Selamat pagi, Tuhan. Bagaimana dia disana?
Ah ingin sekali aku bertanya banyak hal, apakah ia rajin menegak butiran obatnya, apakah sakitnya masih kerap mengunjunginya, apakah ia baik-baik saja?
Tapi aku hanya bungkam, Tuhan. Aku takut kehadiranku tidak diinginkannya. Aku malu mengetahui bahwa aku sudah tidak dibutuhkan lagi. Aku tidak ingin mengganggunya dengan ribuan perhatianku untuknya. Mungkin, perhatianku adalah sebuah siksa kecil untuknya. Entahlah, Tuhan. Tunjukan sebuah keajaiban kecil dimana aku bisa merasakan perasaannya. Sehingga, aku tahu apa yang dicarinya, apa yang diinginkannya, dan apa yang membuatnya begitu lama terenyak diluar sana.
Jangan begitu keras menghukumnya dengan rasa sakit yang kerap timbul, Tuhan. Ini semua salahku. Aku yang pantas merasakan hal itu bukan? Jika rasa sakit itu bisa terbagi, aku ingin meringankannya.
Ini pertama kalinya aku merasa begitu lemah dan rapuh. Jika saja KAU tidak hadir memberiku semangat hidup dan ketenangan, mungkin saat ini aku sudah berada dirumahMU. Dengan kuasaMU, kau ciptakan aku dengan bentuk yang indah, kemampuan yang menakjubkan, dan sifat baik dan buruk yang melengkapiku.
Guruku benar, Tuhan. Beliau memperingatkanku untuk menjauhi rasa putus asa. Bukankah itu yang kerap kupikirkan? Oh lihat betapa lemahnya aku.
Tuhan, bisakah kau bantu aku menyingkirkan sedikit sifat burukku? Aku malu mengakuinya, tapi memang benar aku cepat cemburu.
Apakah benar, cemburu tanda sayang? Lalu kenapa aku ditinggalkan karena tanda sayangku sendiri.
Mungkin alasan ini juga yang membuat langkahnya mantap untuk pergi dariku. Sedih, Tuhan. Sedih mengetahui seseorang terluka karena sifatku.

Tuhan, bolehkah aku bercerita tentang apa yang kulihat?
Beberapa hari yang lalu dikelas, aku menyaksikan seorang perempuan (sebut saja amanda) merangkul bahunya. Sekejap rasa hangat menjalar disekujur tubuhku. Jantungku berdegup cepat. Sesuatu mendesak dadaku untuk menangis. Tidak, aku tidak ingin menangis dikelas. Aku juga tidak ingin dia mengetahui apa yang mataku rekam beberapa detik lalu.
Aku menunduk. Mengalihkan pandanganku keluar jendela. Aku memandang. Tapi, pikiranku kosong.
Kucamkan diriku bahwa aku bukan siapa-siapa. Dan aku tidak pantas melukai siapapun dengan rasa cemburu ini.

Cukup panas hati dan mataku, Tuhan. Jauh di lubuk hatiku ikut terluka. Jadi, bisakah KAU membantuku menghilangkan rasa cemburu itu? Oh tidak, bisakah KAU bantu aku untuk membatasi rasa cemburu itu?
Aku tidak ingin kehilangan siapapun karena cemburuku yang terlalu membara. Aku juga tidak ingin seseorang mengira bahwa rasa sayangku hilang karena cemburu tak kunjung mengitariku lagi.

Tuhan, jadikan aku insan yang lebih baik lagi. Untuk diriku sendiri. Dan untuk siapapun yang takut kehilanganku.

Aku Tak Banyak Tahu Tentangmu, Seperti Dulu.

Bertanya, tak membuahkan hasil. Bungkam pun menyakitkan.

Ada banyak hal yang membuat aku dan kamu menjadi kita. Bahkan, kita mampu terurai kembali menjadi aku dan kamu. Dua insan berbeda yang berusaha menentang takdir. Atau mungkin, hanya aku yang berpeluh berusaha menyobek kertas takdir- yang mengatakan kita akan terurai. Air mata membasahi kertas takdir itu, tapi tak mampu menghapusnya. Justru, memperburuk.

Aku mulai terbiasa. Terbangun tengah malam dan menyadari bahwa aku kembali seorang diri. Kenangan kembali menyeruak masuk. Sesak didada kembali menyerang. Butir bening terus mengalir dari kedua mata. Akankah seperti ini terus menerus?

Apa yang menghalangi aku dan kamu kembali menjadi kita? Apakah sesuatu yang disebut orang ketiga. Tidak, kurasa kamu bukan orang seperti itu. Kamu tidak pernah berfikiran buruk terhadapku. Jadi, mengapa aku harus memikirkan hal-hal buruk yang membuatku semakin nelangsa.

Akankah aku masih tetidur pulas dengan kening berkerut tengah memikirkan sesuatu yang sulit. Akankah aku masih tertidur hingga detik ini. Akankah ini mimpi burukku yang terlihat nyata.

Sleep paralysis biasanya menyapaku dua kali sebulan. Biasanya, aku akan mengirimkan pesan singkat bahwa aku terbangun. Betapa berbedanya dengan keadaan sekarang. Kamu bahkan tidak perduli lagi. Dan kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu tidak bisa memberikanku perhatian untuk perduli.

Ada apa? Apakah bumi baru saja berputar 180 derajat dalam sedetik dan merusak susunan tata surya?
Apa yang salah denganku. Apa yang salah dengan semuanya. Aku bahkan rela menjadi cermin untuk bercermin padahal aku adalah cermin. Kamu tahu betapa susahnya itu. Tapi aku melakukannya.

Jadi bagian mana yang perlu kucermini? Tidakkah itu cukup bagimu. Atau yang kamu cari adalah kesempurnaan? Oh Tuhan. Kemana arah semua ini berlayar. Aku hanya gadis biasa yang penuh dengan kekurangan. Bahkan aku kerap malu pada diriku sendiri atas apa yang kurang dari tubuhku. Dahulu, kamu menerima semuanya. Kamu menerimaku satu paket.
Aku bukan gadis tinggi, berambut panjang, kulit putih, dengan penuh talenta. Seperti itukah yang kamu cari?
Hanya kamu yang tahu. Karena aku tidak lagi banyak tahu tentangmu.