Kita dibangun dengan sebuah komitmen sederhana. Komitmen dimana aku dan kamu saling menjaga kepercayaan. Kita didewasakan dengan sebuah rintangan. Rintangan dimana aku hampir melangkah mundur namun, kamu menahanku agar aku tetap berjuang bersamamu. Kita berjuang cukup lama. Kita berbaring dengan mimpi-mimpi yang kelak kita wujudkan. Mimpi dimana kita akan hidup bahagia selamanya seperti dalam dongeng. Namun, aku salah. Hidup bukanlah dongeng sederhana yang membutuhkan penulis untuk mengarang.
Kamu adalah orang yang paling setia, bagiku. Begitu juga denganmu, aku adalah orang yang paling setia untukmu. Tidak cukupkah setia itu sebagai tiang untuk mempertahankan semua ini? Entahlah. Aku merasa cukup kuat dengan kesetiaan itu. Namun, mungkin kamu sudah bosan.
Mataku mulai cukup jelas melihat. Hatiku mulai peka merasakan. Telingaku mulai gencar mendengar. Aku tahu ada orang ketiga yang menyelinap masuk diantara kita. Dan disaat ini, aku mulai ragu dengan kesetiaanmu. Aku tidak menyalahkanmu karena kurasa kamu berhak memilih, aku atau dia. Akupun berhak memilih bertahan atau menyerah. Faktanya, aku bukanlah orang yang mudah menyerah. Aku tahu bahwa perjuanganku mempertahankan semua ini, jelas tidak imbang dengan kepasrahanku melepaskan. Namun, aku bukan wanita bodoh yang bertahan untuk seseorang yang tidak pantas kuperjuangkan lagi. Aku juga bukan wanita yang tidak punya malu untuk menjadi perusak dalam hubungan orang. Mungkin memang wanita seperti itu seleramu. Ah... Aku tidak perduli.
Aku tidak percaya lagi bagaimana kemiripan wajah merupakan bagian dari jodoh. Karena, aku tahu Tuhan sedang menyiapkan tanggal cantik untuk pertemuan dengan jodohku, yang pantas aku perjuangkan kelak. Yang kuyakin, dia adalah imamku dengan kesetiaan yang kutanti. Laki-laki setiaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar