Selasa, 15 Oktober 2013

Tuhan, Bukankah Cemburu Pertanda Sayang?

Selamat pagi, Tuhan. Bagaimana dia disana?
Ah ingin sekali aku bertanya banyak hal, apakah ia rajin menegak butiran obatnya, apakah sakitnya masih kerap mengunjunginya, apakah ia baik-baik saja?
Tapi aku hanya bungkam, Tuhan. Aku takut kehadiranku tidak diinginkannya. Aku malu mengetahui bahwa aku sudah tidak dibutuhkan lagi. Aku tidak ingin mengganggunya dengan ribuan perhatianku untuknya. Mungkin, perhatianku adalah sebuah siksa kecil untuknya. Entahlah, Tuhan. Tunjukan sebuah keajaiban kecil dimana aku bisa merasakan perasaannya. Sehingga, aku tahu apa yang dicarinya, apa yang diinginkannya, dan apa yang membuatnya begitu lama terenyak diluar sana.
Jangan begitu keras menghukumnya dengan rasa sakit yang kerap timbul, Tuhan. Ini semua salahku. Aku yang pantas merasakan hal itu bukan? Jika rasa sakit itu bisa terbagi, aku ingin meringankannya.
Ini pertama kalinya aku merasa begitu lemah dan rapuh. Jika saja KAU tidak hadir memberiku semangat hidup dan ketenangan, mungkin saat ini aku sudah berada dirumahMU. Dengan kuasaMU, kau ciptakan aku dengan bentuk yang indah, kemampuan yang menakjubkan, dan sifat baik dan buruk yang melengkapiku.
Guruku benar, Tuhan. Beliau memperingatkanku untuk menjauhi rasa putus asa. Bukankah itu yang kerap kupikirkan? Oh lihat betapa lemahnya aku.
Tuhan, bisakah kau bantu aku menyingkirkan sedikit sifat burukku? Aku malu mengakuinya, tapi memang benar aku cepat cemburu.
Apakah benar, cemburu tanda sayang? Lalu kenapa aku ditinggalkan karena tanda sayangku sendiri.
Mungkin alasan ini juga yang membuat langkahnya mantap untuk pergi dariku. Sedih, Tuhan. Sedih mengetahui seseorang terluka karena sifatku.

Tuhan, bolehkah aku bercerita tentang apa yang kulihat?
Beberapa hari yang lalu dikelas, aku menyaksikan seorang perempuan (sebut saja amanda) merangkul bahunya. Sekejap rasa hangat menjalar disekujur tubuhku. Jantungku berdegup cepat. Sesuatu mendesak dadaku untuk menangis. Tidak, aku tidak ingin menangis dikelas. Aku juga tidak ingin dia mengetahui apa yang mataku rekam beberapa detik lalu.
Aku menunduk. Mengalihkan pandanganku keluar jendela. Aku memandang. Tapi, pikiranku kosong.
Kucamkan diriku bahwa aku bukan siapa-siapa. Dan aku tidak pantas melukai siapapun dengan rasa cemburu ini.

Cukup panas hati dan mataku, Tuhan. Jauh di lubuk hatiku ikut terluka. Jadi, bisakah KAU membantuku menghilangkan rasa cemburu itu? Oh tidak, bisakah KAU bantu aku untuk membatasi rasa cemburu itu?
Aku tidak ingin kehilangan siapapun karena cemburuku yang terlalu membara. Aku juga tidak ingin seseorang mengira bahwa rasa sayangku hilang karena cemburu tak kunjung mengitariku lagi.

Tuhan, jadikan aku insan yang lebih baik lagi. Untuk diriku sendiri. Dan untuk siapapun yang takut kehilanganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar