Sampai kapan kau bekukan hatimu itu, Tuan? Tak sadarkah kamu bahwa aku
disini menunggumu seorang diri. Lihat sekitarmu, Tuan. Coba rasakan sejenak
hembusan angin yang menuntunmu kembali. Pejamkan matamu. Bukalah pikiran dan
hatimu untuk mendengar nama siapa yang hatimu sebut. Masihkah hatimu mengingat
aku?
Hai, Tuan. Aku telah terbiasa dengan rasa sakit itu. Ya, tepatnya rasa
sakit itu telah menyerap di hatiku. Aku kembali memungut serpihan kecil hati
yang kamu hempaskan. Tetapi, sia-sia. Tuan, kamu membawa serpihan hatiku.
Bisakah kamu mengembalikannya agar aku dapat kembali utuh. Utuh untuk
mencintaimu. Atau mungkin mencintai orang lain yang benar-benar tulus untukku.
Ah jangan tanyakan aku mengenai tipe priaku. Aku hanya ingin dia tak
menyerah padaku. Bagaimanapun sulitnya situasi saat itu.
Aku pernah menemukan tipe priaku pada sosokmu yang jakung itu. Sosokmu
yang terlihat 'biasa saja' tetapi hatiku memandangmu bak pangeran sempurna.
Lagi-lagi aku keliru, Tuan. Kamu menyerah padaku. Bahkan disaat aku mencoba
berlari diatas jembatan yang rapuh, untukmu. Kamu justru semakin menjauh.
Meninggalkanku dengan segala kerapuhan.
Disaat aku menggenggam tanganmu, justru kamu hempaskan. Kamu melihatku
terluka dan terjatuh, namun bungkam kembali menjadi pilihan terbaikmu. Inikah kamu yang sesungguhnya, Tuan. Laki-laki yang mudah menyerah. Laki-laki yang telihat melindungi wanitanya, namun ternyata kamu mendorongnya ditebing jurang. Setelah,ia terluka, masih bisakah kamu tertawa hingga detik ini?
Jelaskan mengapa hatiku masih memaafkanmu.
Kemana perginya kenangan bertahun-tahun itu, Tuan. Kemana hanyutnya cinta
yang kamu-aku perjuangkan. Kemana tenggelamnya kamu.
Sampai disinikah perjuanganmu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar