Untuk seseorang nun jauh disana, yang hatinya telah berlabuh disuatu
tempat tanpa kehadiranku. Yang ingatannya telah dibekukan rasa sakit karena
ulahku.
last thing that left |
Tuhan, kali ini aku bercerita lagi tentang dia. Bagaimana perasaanku yang
tak kunjung sembuh dari semua tentangnya. Bagaimana perasaanku terus menjerit
dan meronta ingin kembali pada suasana indah dimana aku dan dia tak perlu berpikir
cukup lama untuk membicarakan hal-hal kecil dalam pesan singkat.
Tuhan, apa kau disana? Apa kau mendengar doaku?
Namanya tak pernah luput bersenandung dengan lantunan ayat suci dari
bibirku. Doa yang kupinta mungkin terlihat berat dan tidak memungkinkan untuk
terjadi. Tapi aku tidak menyerah. Aku tidak putus asa menunggu tanganMU terbuka
lebar memberiku sebuah harapan yang terwujud dan terbungkus indah. Bukan kah
itu yang KAU ajarkan pada kami, Tuhan? Untuk tidak menyerah dan berputus asa.
Sebelum aku menyesali semua kesalahanku yang membuat dia pergi begitu
jauh dariku, aku berterimakasih kepadaMU. Mataku tidak akan terbuka lebar untuk
melihat sikapku yang terlalu bermanja dalam pangkuannya. Hatiku tidak akan peka
merasakan sakit dan lukanya dibalik senyum yang dia tampakkan dihadapanku. Telingaku
bahkan tidak akan mendengar isakkan tangisnya dari seberang telpon.
Tuhan, apakah disana dia juga menceritakan semua tentangku padamu? Apakah
dia disana sepertiku, mengharapkan suatu titik dimana kita akan bersama?
Entahlah. Tuhan, apakah ini hanya perasaanku saja? Aku disini berperang
melawan diriku sendiri. Berperang melawan rindu yang terus menyapaku. Berperang
melawan sisa hati yang dia tinggalkan. Bahkan cintaku masih disini, terus
menantinya. Apakah itu salah?
Sementara yang kurasa, dia terlihat sangat bahagia. Tawanya terus
membahana memenuhi ruang hampa diudara. Senyumnya terus mengembang seperti yang
terekam bola mataku. Coba lihat, Tuhan. Bahkan gerak geriknya terlihat
sempurna. Seperti “hal ini” adalah sesuatu yang dicarinya sejak lama.
Tuhan, aku diciptakan dengan kekurangan dan ketidaksempurnaan. Apakah diluar
sana ada orang yang akan menyempurnakanku? Hingga kini, aku masih hafal. Aku
masih bisa mengeja namanya yang mampu menyempurnakan hidupku. Hal itu adalah
pertama kalinya aku merasa sempurna. Apakah
kesempurnaanku memang ditakdirkan bersamanya?
Dahulu. Dahulu sekali, aku dan dia percaya bahwa kami ditakdirkan
bersama. Entah kemana kepercayaan itu, hilang menguap ditelan bersama harapan
yang tertinggal lainnya.
Aku dan dia membangun sebuah surga di dunia, dimana kami bisa mengisinya
dengan tawa dan senandung canda. Dimana, aku dan dia akan bertahan di dunia
untuk melihat surga kami yang semakin sempurna dengan tiap butir harapan yang
terwujud.
Tuhan, mungkin aku pernah pergi terlalu jauh dari surgaku. Aku menapakkan
kaki hingga aku tersesat. Dia mungkin pernah keluar jauh dari surga untuk
mencariku. Dan dia tersesat. Kini kami berada di jalan berbeda. Jalan dimana
aku mencari jalan pulang menuju surga dan menunggunya kembali. Dan, jalan
dimana dia akan mendapatkan telepatiku untuk kembali ke surga.
Tuhan, jika harapanku terwujud. Jangan biarkan aku menapakkan kaki
terlalu jauh dari surgaku. Hingga, aku tidak perlu berada di jalan lain dan
terpisah darinya. Dan aku tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar